top of page

Kenali Diri Cintai Ketidaksempurnaan

Jakarta, 12 Oktober 2020 – “Kekurangan dan kegagalan yang dimiliki setiap individu merupakan pacuan untuk bertumbuh dan berproses menjadi diri kita yang sekarang. Namun sayangnya tidak sedikit orang mengartikan sebuah kekurangan sebagai kesalahan yang membuat dirinya tidak sempurna dan tidak diterima oleh lingkungan sosial. Diterima dalam lingkungan sosial memang menyenangkan bagi makhluk sosial seperti kita. Menurut teori Evolusi, pada jaman purba makhluk sosial tidak suka ditolak oleh lingkungannya, karena sudah dari dulu terbiasa untuk hidup berkelompok. Sehingga jika ditolak

oleh lingkungannya maka akan terancam dan kesulitan untuk bertahan hidup.” Bianglala Andriadewi, Psikolog Klinis, Founder Welas Asih dalam webinar Klobility, 1 Oktober 2020, dengan tema “Kenali Diri Cintai Ketidaksempurnaan”.

Dalam webinar Klobility kali ini, Bianglala Andriadewi membahas mengenai bagimana caranya untuk memiliki self-love. Kebiasaan mengkritik diri kita secara berlebihan merupakan salah satu hal yang membuat kita merasa tidak sempurna dan terbebani. Hal tersebut merupakan sangatlah wajar dan sudah sering kita lakukan dari puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Padahal, penting bagi kita juga sesekali menerima diri kita agar kita dapat melihat pribadi kita yang sesungguhnya. Sehingga kita dapat mengasihi diri kita sendiri (self-compassion). Self-compassion biasanya hadir dari penderitaan yang sudah kita lalui, kemudian menyadarkan kita untuk mengasihi diri sendiri.

Mengenai self-compassion, ada 3 aspek dalam self-compassion, yaitu (1) Self-Kindness versus Self-Judgement, ketika mengalami kegagalan kita seringkali melakukan self-talk, namun apakah kita mau menghakimi atau menyemangati diri sendiri? Misalnya, “Mungkin hari ini gagal, it’s okay sekarang sedih, besok kita bisa coba lagi”. (2) Common Humanity versus Self-Isolation, kita seringkali merasa sendirian ketika sedang menderita, namun pernah tidak ya menyadari bahwa sebenarnya semua orang di dunia ini pernah menderita, bahwa kita tidak sendirian. (3) Mindfulness vs Over Identification, terkadang ketika merasakan kesedihan, kita berlebihan mengidentifikasi apa yang dirasakan dan dipikirkan, misalnya “Mengerjakan hal ini saja gagal, pasti seterusnya saya akan gagal lagi”, disini kita perlu belajar untuk lebih mindful, sadar apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana perasaan dan pikiran mengenai hal tersebut tanpa adanya penghakiman.

Jadi, sebenarnya ­self-judgment, self-isolation, over identification merupakan respon-respon yang sangat wajar kita terima disaat kita mengalami kegagalan atau ketidaksempurnaan. Namun, hal itu dapat kita latih dengan self-kindness, common humanity, mindfulness, berbaik hati dengan diri sendiri maupun self-talk dan meditasi untuk menyadari apa yang dirasakan maupun dipikirkan. Hal tersebut merupakan cara agar kita tidak over identification. Selain itu, kita juga dapat membuat standard kesempurnaan untuk diri kita sendiri. Perlu disadari, standard kesempurnaan itu tidak boleh menjadi penghalang untuk selalu bertumbuh.

***



bottom of page