Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1946 membentuk Komisi Hak Asasi Manusia (Commission of Human Right). Komisi tersebut berhasil membuat pernyataan Hak Asasi Manusia (HAM), yang dikenal dengan sebutan Universal Declaration of Human Rights. Pada tanggal 10 Desember 1948, empat puluh delapan negara di dunia menandatangani pernyataan tersebut, yang meliputi setiap manusia mempunyai hak asasi antara lain sebagai berikut:
- Hak untuk hidup
- Hak untuk kemerdekaan dan keamanan secara fisik
- Hak diakui kepribadiannya
- Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hokum
- Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu negara
- Hak mendapatkan kebangsaan atau kewarganegaraan
- Hak memiliki suatu benda dengan cara yang sah
- Hak untuk bebas mengeluarkan pikiran dan perasaan
- Hak untuk memilih dan memeluk agama
- Hak untuk bebas mengeluarkan pendapat
- Hak untuk mengadakan rapat dan berkumpul
- Hak untuk mendapatkan jaminan sosial atas hidupnya
- Hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak
- Hak untuk berdagang
- Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakatnya masing-masing
- Hak untuk menikmati kesenian
- Hak untuk turut serta memajukan keilmuan
Hak-hak tersebut di atas melekat juga bagi penyandang disabilitas. Oleh karena itu, keluarlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang kemudian diganti menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tidak lagi menyebut Penyandang Cacat, akan tetapi Penyandang Disabilitas. UU Nomor 4 tahun 1997 berdasar pada pemberian pelayanan berdasarkan amal atau charity based, sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 berdasar pada pemenuhan hak asasi penyandang disabilitas.
Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2016 ini diharapkan dapat semakin menjamin kehormatan, kemajuan perlindungan, pemberdayaan, penegakan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, yang merupakan wujud pengejawantahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Hak-hak penyandang disabilitas. Dengan demikian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2016 menempatkan setiap penyandang disabilitas mendapatkan jaminan penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM dari negara. Penyandang disabilitas didudukkan sebagai subjek, yaitu sebagai individu yang memiliki hak dan kewajiban sehingga penyelenggaraan kesejahteraan sosial untuk Penyandang disabilitas tidak hanya berupa rehabilitasi sosial dan jaminan sosial, namun juga meliputi pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial.
Pemberdayaan dan perlindungan sosial ini ditujukan untuk menguatkan hak penyandang disabilitas untuk menjadi individu yang tangguh dan mandiri melalui pelatihan, kesempatan mengenyam pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, pendampingan, peningkatan aksesibilitas sarana serta prasarana baik jalan, kendaraan dan gedung, advokasi sosial, bantuan hukum, dan lain-lain. Dengan Undang-Undang ini, maka penyandang disabilitas harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam upaya pengembangan dirinya, melalui kemandirian sebagai manusia yang bermartabat dalam perspektif HAM. Harapannya ke depan tidak ada lagi diskriminasi yang dilakukan terhadap Penyandang disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan sebagai warga negara.