Undang-undang (UU) No. 8 Tahun 2016 membahas tentang hak-hak penyandang disabilitas. Salah satu hak yang diatur dalam UU tersebut adalah hak untuk bekerja. Pasal 53 mengatur kewajiban pemerintah, badan usaha negara dan daerah, maupun perusahaan swasta mempekerjakan penyandang disabilitas. Undang-undang ini seharusnya wajib diketahui oleh pihak Sumber Daya Manusia (SDM) sebuah perusahaan. Klobility, sebagai bagian dari Daya Dimensi Indonesia, berusaha melihat penerapan UU ini dari sisi perusahaan. Pada Teman Inklusi Bercerita kali ini, Klobility berbincang dengan Richele Maramis, Senior Vice President, Head of Corporate Affairs di PermataBank.

PermataBank adalah salah satu bank swasta di Indonesia yang sudah memberdayakan penyandang disabilitas sejak 2010. Diawali dengan 15 disabilitas netra yang ditempatkan pada posisi staf telesales, PermataBank merasakan sendiri performance mereka yang luar biasa. Teman-teman disabilitas, khususnya disabilitas netra, tidak mau dibedakan, baik dari sisi prosedur sampai dengan target kerja. Mereka meminta untuk dapat perlakuan yang sama, baik dari sisi hak maupun kewajiban.
PermataBank juga banyak membuat pelatihan-pelatihan untuk teman-teman disabilitas untuk menjaga keberlanjutan program.
Pada tahun 2017, PermataBank mengajak BBRVPD (Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Penyandang Disabilitas) menjadi mitra untuk mengisi program perbankan dan kewirausahaan dengan jangka waktu 3 bulan. Melalui Program BRAVE (Because eveRyone is Able and creatiVE), peserta berkesempatan untuk magang selama 6 bulan, hingga dipekerjakan di Bank Permata. Program ini sengaja dibentuk untuk memastikan kualitas karyawan sesuai dengan standar PermataBank. Hingga saat ini, sudah ada 26 karyawan dengan disabilitas di PermataBank yang tersebar di berbagai divisi. Selain melalui program tersebut, penyandang disabilitas yang sudah profesional juga memiliki kesempatan berkarya di PermataBank melalui jalur rekrutmen biasa.
Selama tiga tahun menjalani Program BRAVE, PermataBank terus berusaha agar program ini dapat semakin berkembang. Bu Richele mengatakan bahwa salah satu dampak equal employment opportunity yang diterapkan secara konsisten adalah performa kerja teman-teman disabilitas. Karyawan disabilitas di Bank Permata dinilai memiliki performa yang sama dengan karyawan nondisabiiltas, bahkan melebihi ekspektasi. Pemberdayaan penyandang disabilitas membuat PermataBank belajar tentang seluk beluk berinteraksi dan bekerja bersama disabilitas. Hal ini dirasa sangat membantu dalam mengembangkan program-program pemberdayaan disabilitas. Keberlanjutan program ini diharapkan bisa turut membantu penyandang disabilitas mencapai kesetaraan.
PermataBank melihat tantangan terbesar dirasakan oleh orang-orang yang akan bekerja bersama teman-teman disabilitas. Menurut Bu Richele, hambatan terbesar adalah kesiapan untuk binteraksi atau berkomunikasi, yang tentu membutuhkan adaptasi. Hal ini terbukti dengan semakin bertambahnya karyawan dengan disabilitas, para karyawan di PermataBank pun semakin terbiasa bekerja dengan teman-teman disabilitas.
Equal treatment juga berlaku pada masa work from home (WFH) akibat COVID-19. Bu Richele berkata bahwa seluruh karyawan, termasuk disabilitas, harus tetap bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka. Namun, pada masa WFH ini tantangan baru juga muncul. Salah satunya adalah hambatan secara teknis administrasi. Tidak semua karyawan mempunyai akses ke sistem, sehingga diberikan pinjaman laptop untuk bisa bekerja di rumah. Selain itu, juga diberlakukan kebijakan pemberian allowance yang berlaku untuk semua karyawan di Bank Permata.
Menurut Bu Richele, pemberdayaan penyandang disabilitas membawa dampak positif. Tidak hanya tentang memberikan kesempatan, tetapi juga membuat organisasi menjadi inklusif. Kehadiran karyawan disabilitas juga mengembangkan hati dan rasa perusahaan. Bekerja dengan teman-teman disabilitas dapat menumbuhkan perilaku caring, meningkatkan sensitivitas terhadap lingkungan, dan empati. Hal-hal ini dapat dipraktikkan dalam berbagai macam aspek, baik di dalam maupun di luar organisasi. Bu Richele berharap lebih banyak lagi industri atau organisasi, terutama industri selain UMKM yang padat karya untuk terbuka dan menerima penyandang disabilitas. Perusahaan juga lebih percaya, mencoba, dan mengembangkan teman-teman disabilitas. Mereka juga berhak dapat kesempatan yang sama dan bersaing secara sehat dengan semua orang. (ARB/SKS)
Interviewer: Aditya Rikidaniel