
Halo Mas Budi senang bertemu dengan Mas Budi, bisa ceritakan tentang diri Mas Budi?
Nama saya Sukri Budi Dharma, nama panggilan saya biasanya “Budi”. Saya lahir dari bapak seorang tentara dan ibu rumah tangga di komplek tentara Cijantung. Setelah menyelesaikan SMA di Kalisari, Jakarta Timur, saya melanjutkan kuliah di Institut Kesenian Jakarta tahun 1994. Sejak kuliah di IKJ saya dipanggil dengan nama “Butong” oleh teman-teman di kampus, yang artinya “Budi Tongkat”. Selama kuliah saya sempat mengikuti pameran dari kampus IKJ dan ISI dengan title “Dialog 2 kota #1 dan #2”. Kemudian tahun 1997 saya memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah dan tinggal di Yogyakarta di kediaman teman kuliah yang seorang anak peluki bapak Soegeng Soemaryono. Tahun 1999 saya kembali ke Jakarta dan memutuskan kuliah di Gunadarma fakultas Psikolog hingga menyelesaikan S1. Setelah menyelesaikan sarjana, saya wira-wiri bekerja freelance di Jakarta, Palembang, dan Medan sebagai operator rental komputer, operator desain, keuangan, dan lain-lain. Selain aktivitas dunia kerja, saya juga aktif di beberapa organisasi penyandang disabilitas di Jakarta. Pertengahan tahun 2007 saya mendapatkan tawaran kerja di perusahaan kargo di Jakarta. Akhir 2007 perusahaan tersebut menawarkan untuk mengisi kekosongan posisi keuangan di Yogyakarta. Kemudian saya langsung menerima tawaran tersebut dengan baik, karena sebelumnya pernah tinggal di Yogyakarta. Tahun 2009, saya bersama teman-teman penyandang disabilitas mendirikan komunitas Difabel and Friends Community. Bersama komunitas ini, saya terlibat pentas teater dan pameran bersama komunitas. Tahun 2011 saya mengundurkan diri dari perusahaan kargo, saya bekerja sebagai tenaga freelance administrasi pada salah satu developer yang mengerjakan proyek di Medan Sumatera Utara. Pertengahan tahun 2012 proyek telah selesai dan saya kembali ke Yogyakarta dan hingga saat ini fokus pada penggiat seni difabel.
Sejak kapan Mas Budi mulai terjun di dunia seni?
Sejak kecil senang gambar, merakit barang-barang buat mobilan, tembakan, dan lain-lain. Lebih fokus ketika di kuliah seni.
Hal apa yang membuat Mas Budi mulai terjun di dunia seni?
Sejak kecil saya menyukai salah satu media massa “Pos Kota” yang selalu ada lembaran cerita bergambar seperti doyok, ali oncom, dan lain-lain. Dikala senggang, saya menggambar figur-figur yang ada d lembaran koran tersebut. Mulai dari sini lah saya menyukai menggambar, walaupun tanpa bimbingan siapapun.
Apa saja pengalaman yang didapatkan oleh Mas Budi setelah bertahun-tahun bergerak di dunia seni?
Bisa bertemu banyak orang, banyak teman, bisa ke beberapa tempat.
Apa yang menjadi tantangan bagi Mas Budi sebagai Seniman Disabilitas?
Tantangannya di diri sendiri, bagaimana kita menggali potensi di diri kita sendiri, juga menjalin hubungan, bersosialisasi.
Mas Budi biasanya berkarya dengan sesama disabilitas atau juga nondisabilitas? Apa yang menarik dari pengalaman ini?
Saya berkarya sendiri bisa, bareng-bareng dengan disabilitas atau nondisabilitas juga pernah. Tidak ada masalah, kuncinya di diri kita sendiri. Banyak pengalaman saat kerja bareng.
Dari berbagai pengalaman yang sudah dilakukan Mas Budi, hal menarik apa yang ditangkap dan ingin disampaikan ke masyarakat?
Masyarakat jangan berasumsi terlebih dahulu terhadap disabilitas, sebelum mengenal. Begitupun disabilitasnya. Karena terkadang ada kebuntuan antara disabilitas dan nondisabilitas karena hal diatas.
Menurut Mas Budi, apa yang bisa memotivasi teman-teman disabilitas agar semangat dalam bekerja dan berkarya?
Motivasi ada di dalam diri sendiri. Motivasi harus ditumbuhkan dari diri sendiri dahulu. Setelah itu, kita bersosialisasi, karena dengan bersosialisasi akan banyak hal yang kita dapat. Misalnya pengetahuan, informasi, dan lain-lain.
Apakah ada pesan yang ingin disampaikan untuk orang atau perusahaan atau organisasi yang belum mulai berani berinteraksi dengan penyandang disabilitas?
Buka peluang untuk disabilitas sesuai kemampuan dan yang dibutuhkan perusahaan.
Saya pesannya untuk teman-teman disabilitas, untuk tetap gali potensi, tingkatkan kemampuan, tetap tumbuhkan motivasi di diri sendiri, karena perusahaan akan melihat hasil kerja bukan disabilitasnya. Jadi ketika disabilitas punya kemampuan, perusahaan akan memberikan peluang.